Lembaga penyelenggara pemilu memiliki dua pejabat baru. I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dilantik sebagai anggota KPU dan Didik Supriyanto sebagai anggota DKPP. Keduanya sudah banyak makan asam garam di urusan kepemiluan.
Jumat (20/3/2020) siang telepon seluler Didik berdering. Bersama istrinya, ia tengah dalam perjalanan pulang dari kawasan Gandaria, Jakarta Selatan. Pasangan itu baru saja menanyakan sejumlah hal terkait anak mereka yang tengah menuntut ilmu di Portugal, menyusul kebijakan lockdown yang ditetapkan di negara tersebut terkait pandemi Covid-19.
Panggilan telepon itu tidak diangkatnya sebab berasal dari nomor tak dikenal. Setibanya di rumah, ia membaca pesan bahwa sang penelpon adalah sekretaris Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sang penelepon lalu mengirimkan foto keputusan presiden tentang penunjukannya sebagai anggota DKPP. Didik masih tak yakin. Sejumlah konfirmasi dari beberapa teman yang akhirnya meyakinkan dirinya.
“Jawabannya (dari teman), benar. Ya, udah bismillah saja,” kenang Didik saat itu.
Didik menjadi anggota DKPP untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Harjono. Akhir tahun lalu, dia dilantik Presiden Joko Widodo menjadi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Padahal sesungguhnya, sudah sekitar tiga tahun Didik SUpriyanto melepaskan segala urusan kepemiluan. Salah seorang pendiri Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu tengah menikmati dunia baru yang disebutnya “bisnis kecil-kecilan bersama kawan SMP.” Untuk keperluan itu, dunianya tiga tahun terakhir adalah Jakarta-Semarang-Tuban.
Pada 2016, Didik sudah mundur dari segala urusan kepemiluan. Tahun itu pula, Didik menyelesaikan tugas sebagai pemimpin redaksi media daring merdeka.com yang diembannya sejak 2012. Ia bergabung di merdeka.com dengan sejumlah kesepakatan. Pertama, hanya mau dikontrak selama lima tahun. Selain itu, tetap diperbolehkan mengurusi pemilu dan boleh menulis di media massa lain.
Satu tahun bergabung di merdeka.com, Didik diminta menjadi Pemimpin Redaksi Kapanlagi Group, yang juga membawahkan merdeka.com. Salah satu tugasnya, menegakkan prinsip maupun etika jurnalistik di lembaga dengan sejumlah media daring itu.
Prinsip dan etika jurnalistik menjadi bagian tak terpisahkan dari Didik. Pada 1994, ia turut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), setelah dibredelnya tabloid Detik. Tahun 1999-2001, Didik adalah Sekretaris Jenderal AJI. Pada saat bersamaan, ia juga merupakan wakil pemimpin redaksi di media daring detik.com.
Pada saat itulah, DIdik juga mengikuti isu kepemiluan. Hingga pertengahan 2003, ia mengirim sala laporan dari detik.com ke mailing list AJI mengenai pendaftaran calon anggota Panwaslu yang dibuka oleh KPU. SIngkat cerita, Didik lalu ditunjuk sebagai wakil AJI untuk mendaftar. Ia lolis dan mengabdi sekitar 17 bulan di Panwaslu.
Perludem pada awalnya disebut Didik sebagai tempat kangen-kangenan dan bertegur sapa. Terutama di antara pegiat pemilu yang sebelumnya banyak berinteraksi di Panwaslu.
Bersama Topo Santoso, Siti Noordjannah Djohantini (Ketua Umum Aisyiyah 2015-2020), dan sokongan dari sejumlah orang di antarannya, Prof Komaruddin Hidayat serta Rozi Munir (almarhum), Perludem tergeliat. Keunggulan Perludem yang sekarang dipimpin Titi Anggraini itu berada di analisis di sisi hukum dan politik terkait kepemiluan.
Didik yang lulus program sarjana ilmu pemerintahan Universitas Gadjah Mada pada 1993 itu juga sempat meneruskan studi S-2. Tahun 2007-2009, ia menempuh studi tersebut dan lulus dari master ilmu politik Universitas Indonesia.
Pada masa itu, Didik tetap bertugas di detik.com sebagai wakil pemimpin redaksi. Tahun 2012, ia mundur dari detik.com dan di tahun yang sama ia bergabung dengan merdeka.com sebagai pemimpin redaksi.
Selengkapnya: